Header Ads

  • Breaking News

    Pasukan Kodam I Hadramaut Tangkap Sejumlah Pemuda Korlap Kibarkan Bendera Yaman Selatan di Kota Tarim

    Gajah bertarung lawan gajah, pelanduk mati di tengah. Itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan sejumlah penggerebekan yang dilakukan pasukan Kodam I Hadramaut di kota bersejarah Tarim.

    Beberapa waktu lalu, pemerintahan de facto Yaman Selatan atau STC cabang Seiyun di Lembah Hadramaut mengerahkan aksi damai untuk menuntut evakuasi pasukan Kodam I dari seluruh lembah Hadramaut.

    Presiden STC di Aden Jenderal Aidarous Al Zubaidi yang juga menjabat wakil presiden/anggota dewan presidium Yaman atau PLC menuduh Kodam I Hadramaut tidak loyal dengan kesepakatan damai di Riyadh untuk menggeser semua pasukan pemerintah ke Marib menghalau kelompok Houthi.

    Hampir semua kota, termasuk Tarim, di Lembah Hadramaut melakukan aksi damai dengan mengibarkan bendera STC yang juga merupakan bendera separatis Yaman Selatan.

    Penangkapan ini dikritik berbagai pihak karena beberapa hari sebelum aksi damai tersebut, sejumlah massa juga mengibarkan bendera Negara Al Katiri di istana Seiyun.

    Penggerebekan ini dinilai hanya sebuah aksi perang psikologis dari Pandam I Hadramaut Mayor Jenderal Saleh Tumis untuk menggertak Jenderal Al Zubaidi padahal jabatannya adalah wakil presiden di PLC yang diketuai Presiden Rashad Al Alimi itu.

    Jenderal Tumis diduga di belakang layar juga mengorganisasi aksi massa pendukung Negara Al Katiri untuk menyaingi wacana Negara Yaman Selatan dukungan Zubaidy dan Negara Hadramaut dukungan Mayor Jenderal Faraj Alimi Al Buhsani yang juga menjadi anggota PLC dan sekaligus Pangdam II Hadramaut.

    Dua jenderal yang terakhir merupakan dukungan Uni Emirat Arab. Bedanya Jenderal Tumis dan Al Buhsani sama-sama dekat dengan Arab Saudi.

    Kodam I Hadramaut dikritik banyak pihak karena terkesan mengelak penugasan untuk ikut bertempur melawan kelompok Houthi di garis depan pada fron Marib.

    Akibatnya, Kodam ini menjadi komando paling banyak pasukannya dan terlatih. Hampir semua persenjataan warisan pemerintahan sebelumnya nyaris belum digunakan untuk perang.


    Kodam ini juga mempunyai pesawat dan helikopter. Meski begitu kritikan tajam diarahkan ke Kodam I karena mementingkan menjaga ladang migas di Hadramaut yang syarat dengan sumber  pendanaan tambahan.

    Milisi yang dibina Kodam I juga dinilai menguasai pos pemeriksaan tajir di perbatasan dan daerah khusus yang syarat dengan pendapatan bukan pajak.

    Kodam I beralasan pihaknya juga mengirimkan satu dan dua brigade ke Marib membantu pasukan dari kodam lainnya. 

    Namun Jenderal Tumis mengatakan bahwa sebagian besar pasukan akan tetap berada di daerah kaya migas Hadramaut dengan alasan untuk menjaga integritas negara.

    Konflik terakhir antara pasukan de facto Yaman Selatan atau STC terjadi di Shabwa dan Abyan. Pasukan Tumis mengalami kekalahan dan meninggalkan kota untuk fokus menjaga instalasi minyak.

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad